Wawancara Eklusif Dengan Pengurus Pusat Kajian Indo Pasifik: Kita Dorong UNP Menuju Universitas Kelas Dunia

Dalam tiga bulan keberadaan Pusat Kajian Indo Pasifik Universitas Negeri Padang. Pusat kajian yang dinakhodai Yetti Zainil, Ph.D (Ketua) dan Azmi Fitrisia, Ph.D (Sekretaris) telah melangkah maju dan sukses menggelar Kuliah Umum bersama duta besar Jepang di Indonesia.Hal itu merupakan kontribusi pertama yang nyata Pusat Kajian Indo Pasifik UNP dalam rangka menjalin Kerjasama Ekonomi Indonesia dengan Negara Negara Indo Pasifik.

Yetti Zainil didampingi Azmi Fitrisia, Rabu (2/1/2019) dalam wawancara dengan Humas UNP  menjelaskan Pusat kajian Indo Pasifik didirikan dalam rangka menopang UNP untuk melangkah maju menuju universitas berkelas dunia.Dikatakan Yetti Zainil, untuk mewujudkan impian tersebut UNP terus melakukan kerjasama dan mengambangkan pusat-pusat kajian. Satu dari sejumlah pusat kajian di UNP yang diharapkan signifikan adalah Pusat Kajian Indo Pasifik.

PK Indo Pasifik yang dibawah pengawalan langsung Wakil Rektor 4 UNP, Prof Syahrial Bakhtiar, yang baru berdiri secara resmi pada tanggal 15 November 2018 lalu, akan tetapi pusat kajian telah mampu berkiprah. Pada tanggal 18 Desember 2018 kemaren dilaksanakan kuliah umum bersama Duta Besar Jepang di Indonesia, Keiichi Ono, BA., MA.

Meski kegiatan perdana setelah pelantikan pengurus Pusat Kajian Indo pasifik, perintisan pendirian dan pengembangan awal dilaksanakan kuliah umum bersama Director of Center of Policy Analysis and Development on Asia-Pacific and African Region, Dr. Arifi Saiman, MA pada tanggal 31 Agustus 2018.

Kemudian pada saat pelantikan pengurus Pusat Kajian Indo Pasifik digelar pula kuliah umum bersama Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementrian Luar Negeri RI yaitu Siswo Sarwono, SH., LLM., Ph.D.  pada saat yang sama juga dilaksanakan penandatanganan naskah kerjasama antara Badan Perkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementrian Luar Negeri RI dengan Universitas Negeri Padang oleh Rektor Universitas Negeri Padang.

a

“Sebagai Pusat kajiaan yang masih sangat muda Indo pasifik selalu berusaha untuk memenuhi harapan. Pada Pusat kajian Indo Pasifik telah digagas beberapa perancangan untuk tahun 2019. Pada prinsipnya Pusat Kajian Indo pasifik mendukung sasaran kementrian luar negeri yaitu membangun kerjasama dengan negara-negara Indo Pasifik yang jumlahnya lebih kurang 57 negara,” jelas Azmi Fitrisia.

Seperti diketahui negara-negara Indo Pasifik tersebut berada di Kawasan Asia Tenggara, Asia selatan, Asia Timur, Timur Tengah, Afrika, Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Latin, Pasifik Selatan, Pasifik Tengah dan Pasifik Barat. Salah satu sasaran kerjasama Indonesia dengan negara-negara di Indo Pasifik adalah dibidang ekonomi. Ada beberapa kerjasama ekonomi yang sedang diusahakan Indonesia diantaranya dibidang infrastruktur dan ekspor industri Indonesia.

Ditambahkan Azmi Fitrisia, sebahagian besar negara-negara di Indo pasifik tergolong negara membangun sehingga lebih menguntungkan untuk melakukan perdagangan dengan negara negara selevel. Dengan demikian diharapkan hasil industri Indonesia mulai dari industri perkapalan, tekstil dll akan dapat disalurkan ke luar negara.

“Demikian juga pengusaha Indonesia akan dapat menginvestasikan modal mereka dibidang pembangunan pelabuhan, jembatan, jalan, gedung, perumahan dan lain sebagainya. Satu pengalaman yang terjadi adalah melakukan perdagangan dengan Cina memiliki karakteristik tertentu yang memerlukan pemahaman yang ketat bagi Indonesia,” ujarnya.

Lebih lanjut, negara Cina misalnya memiliki permasalahan dibidang penduduk. Sehingga satu keharusan jika investasi Cina akan mendorong datangnya orang orang Cina ke Indonesia. Demikian juga masalah sistem investasi yang dianut oleh Cina amat dekat dengan kebijakan penguasaan. Sementara Amerika Serikat memiliki standar yang tinggi dalam hal produksi. Ekspot produk Indonesia ke negera tersebut terkendala kualitas. Sehingga dengan demikian akan mengecilkan keuntungan Indonesia.

Sebaliknya melakukan dengan negara-negara yang sedang berkembang di kawasan Samudera Hindia dan Pasifik akan memberikan kemungkinan keuntungan bagi Indonesia. Saat ini perkembangan industri perkapalan dan industri otomotif Indonesia harus didukung oleh pasar. Pasar Indonesia adalah negara negara Indo Pasifik.

Dalam kaitan dengan kepentingan negara Indonesia diatas maka Pusat Kajian Indo Pasifik Universitas Negeri Padang berperan. Sebagai sebuah pusat kajian tentu saja akan melakukan riset-riset sesuai kebutuhan kementrian luar negeri seperti analisis peluang investasi pada negara-negara Indo Pasifik, analisis kebijakan investasi negara-negara Indo Pasifik. Demikian juga Pusat Kajian Indo Pasifik akan bekerjasama dengan perusahaan asing dan Indonesia dalam kepentingan ekonomi Indonesia.

Tim ahli Pusat Kajian Indo Pasifik yang sudah disiapkan dalam program pusat kajian ke depan akan bekerja sesuai negara dan spesialisasinya. Namun tidak tertutup kemungkinan pusat kajian Indo Pasifik akan mensinergikan semua potensi profesor dan doktor-doktor di UNP.

“Pada prinsipnya tim Indo Pasifik akan bekerjasama dalam berbagai program.
Pusat Kajian Indo Pasifik akan membantu program kerjasama UNP. Dengan demikian percepatan UNP menjadi universitas berkelas International sesuai dengan target yang diharapkan,” harpanya.

Pada kesempatan terpisah, WR4 UNP mengatakan, selama ini beberapa kerjasama telah dijalin dengan mesra dengan beberapa universitas luar negeri. Demikian pula pertukaran mahasiswa dan dosen telah dilaksanakan, akan tetapi belum merata untuk seluruh fakultas.

” Kedepan, kerjasama ditingkat universitas akan memayungi harapan ini. Sehingga semua prodi dan jurusan di UNP akan serentak bertaraf international,” ungkapnya.

Sebagai sebuah pusat kajian yang baru terbentuk Indo Pasifik sambil jalan berbenah sembari menuju sasaran kerjasama Luar Negeri Indonesia dan membantu mewujudkan harapan UNP menjadi Universitas berkelas International. Semoga. (Humas UNP)

 

Africa is about to become the world’s largest free trade zone

South Africa’s and Togo’s parliaments this month ratified the agreement establishing the African Continental Free Trade Area (AfCFTA). The total number of countries committing to the deal has thus grown to 49.

Once the agreement comes into effect, it will create a tariff-free continent, covering a single market of 1.2 billion people in 55 nations with a combined gross domestic product of about $3 trillion.

It will constitute the largest free trade area globally, according to South African Trade and Industry Minister Rob Davies.

The agreement is expected to reduce export tariffs which currently average 6.1 percent, and boost intra-African trade by more than 52 percent after import duties are eliminated. It is focused on diversifying trade exports away from just extractives and enhancing the chances of small and medium enterprises to tap into more regional destinations.

Economists say that tariff-free access to a huge and unified market will encourage manufacturers and service providers to leverage economies of scale.

“We look to gain more industrial and value-added jobs in Africa because of intra-African trade,” Mukhisa Kituyi, secretary-general of the UN Conference on Trade and Development, told Africa Renewal.

The creation of the free trade area requires at least 22 countries submitting instruments of ratification. So far, the agreement has 15 ratifications, with seven more remaining.

The African Union’s (AU) Commissioner for Trade and Industry Albert Muchanga said this week he is confident the remaining votes required to enforce AfCFTA will be secured before the next AU summit in February 2019.

The AfCFTA proposal was approved in 2012 and the members started working on a draft in 2015. In March, the leaders of 44 African countries endorsed the agreement in Rwanda, with more countries joining in since then. The participants of AfCFTA are reportedly weighing the possibility of using a common currency.

Sumber/Source: https://www.rt.com/business/447419-africa-free-trade-wto/

China’s Answer to U.S. GPS Extends Service Beyond Asia Pacific

China’s alternative to the American-owned GPS extended its coverage beyond the Asia-Pacific region with a goal of becoming a dominating technology in the future, spurring gains in shares of related companies.

Called Beidou, the service works like GPS, using a series of satellites to provide users precision positioning with an error of about 10 meters. Most smartphone chips sold globally will be compatible with Beidou, the first navigation system to have built-in telecommunications features such as text messaging.

Continue Reading: https://www.bloomberg.com/news

The New Arab Order: Power and Violence in Today’s Middle East

In 2011, millions of citizens across the Arab world took to the streets. Popular uprisings from Tunis to Cairo promised to topple autocracies and usher in democratic reforms. For a moment, it looked as if the old Middle Eastern order was coming to an end and a new and better one was taking its place. But things quickly fell apart. Some states collapsed under the pressure and devolved into civil war; others found ways to muddle through and regain control over their societies. Seven years later, those early hopes for a fundamental, positive shift in Middle Eastern politics appear to have been profoundly misplaced.

But the upheaval did in fact create a new Arab order—just not the one most people expected. Although the Arab uprisings did not result in successful new democracies, they did reshape regional relations. The traditional great powers—Egypt, Iraq, and Syria—are now barely functional states. Wealthy and repressive Gulf countries—Qatar, Saudi Arabia, and the United Arab Emirates—are thriving. The proliferation of failed and weakened states has created new opportunities for competition and intervention, favoring new actors and new capabilities. Regional dynamics are no longer determined by formal alliances and conventional conflicts between major states. Instead, power operates through influence peddling and proxy warfare.

Continue Reading: https://www.foreignaffairs.com/articles/middle-east/2018-08-13/new-arab-order?utm_campaign=daily_soc&utm_medium=social&utm_source=tw

Dorong Kebangkitan ASEAN, Rektor UNP Lantik Pengurus Pusat Kajian Indo-Pasifik

Padang — Universitas Negeri Padang (UNP), Sabtu (17/11) resmi membentuk Pusat Kajian Indo-Pasifik ditengah perubahan geo-politik dan geo-ekonomi serta dinamika kawasan ASEAN (Negara-negara Asia Tenggara) yang mengalami perkembangan perluasan Asia Timur, Asia Pasifik dan Indo-Pasik.

“UNP merespon kerjasama dengan Kepala Pusat Kajian dan Pengembangan Kawasan Asia Pasifik di Afrika, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kemenlu RI maka seyognya UNP memiliki Pusat Kajian Indo-Pasifik dan Alhamdulillah hari ini (Sabtu–red) pengurusnya dikukuhkan,” ungkap Rektor UNP, Prof Ganefri, Sabtu (17/11) dalam pidatonya saat kuliah umum dengan tema “Perkembangan Terkini Indo-Pasifik”.
Dikatakan Rektor Prof Ganefri, keberadaan Pusat Kajian Indo-Pasifik menjadi penting dalam menjembatani visi dan misi UNP untuk menjadi Universitas Unggulan di Kawasan Asia Tenggara. Pusat Kjian Indo-Pasifik berfungsi dan dapat digunakan sebagai sarana membangun bangsa yakni melalui kajian kajian yang intens.

Dorong Kebangkitan ASEAN, Rektor UNP Lantik Pengurus Pusat Kajian Indo-Pasifik

Selain itu, ditambahkannya, kehadiran PK Indo-Pasifik dapat dimanfaatkan dalam membangun konektifitas, memilah dan menyaring berbagai proyek asing yang dapat mnguntungkan dan mrugikan bangsa, sebagai sarana dalam memberikan masukan, baik itu kepada Pemprov Sumbar maupun pemerintah pusat dalam menciptakan kebijakan terkait investasi asing, dan dalam menciptakan dan melatih tenaga kerja berkualitas, menciptakan kebijakan dan memanfaatkan peluang agar menguntungkan semua pihak dan elemen masyarakat.

Adapun pengurus PK Indo-Pasifik yang dilantik oleh Rektor UNP adalah Yetty Zainil, PhD (Ketua), Azmi Fitrisia, PhD (Sekretaris), dan Yukon Putra, M,Si (Ketua Sekretariat) serta 12 anggota lainya, diantarnya Muslim B, M,Pd, dengan penanggungjawabnya Wakil Rektor 4, Prof Syahrial Bakhtiar.

Dorong Kebangkitan ASEAN, Rektor UNP Lantik Pengurus Pusat Kajian Indo-Pasifik

‘UNP-Kemenlu RI Tekan MoU’ Terkait kuliah umum dengan nara sumber Kepala BPPK Kemenlu RI, Siswono Pramono, PhD yang berlangsung di Gedung Serbaguna Fakultas Teknik UNP itu, turut hadir para Dekan dan Wakil Dekan, Kepala Biro, Lembaga, dan UPT beserta para civitas akademika selingkungan UNP.

Dorong Kebangkitan ASEAN, Rektor UNP Lantik Pengurus Pusat Kajian Indo-Pasifik

Pada kesempatan kuliah umum itu, Siswono Pramono menyampaikan sorotanya kehadiran Padang dan Ranah Minang yakni kenapa menjadi penting. Siswono menyebutkan Ranah Minang menjadi harapan besar bagi bangsa Indonesia bertolak dari sejarah yang telah membuktikan banyaknya tokoh besar penggagas bangsa, lahir dari bumi Nusantara yang satu ini (Ranah Minang–red).

Selain itu diungkapkannya, kondisi dan letak geografis Kota Padang yg strategis dengan alam bahari menjadi alasan penting terkait didirikannya PK Indo-Pasifik dan pengembangannya kedepannya.

“Kami tidak menghendaki PK Indo-Pasifik sebagai pusat kajian yang biasa-biasa saja, tetapi hendaknya UNP dapat menangkap peluang bekerjasama dengan Kemenlu dapat dimanfaatkan kedepannya secara baik,” ujar Siswono Pramono di hadapan seratusan mahasiswa dan civitas akademika UNP lainnya.Siswono Pramono menuturkan, beberapa pengamat menilai istilah Indo-Pasifik mewakili pendekatan baru untuk mengelola atau membendung kebangkitan China.

Sebelumnya usai pidato Rektor UNP, Prof Ganefri dilakukan penandatanganan MoU UNP dengan Kemenlu RI yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala BPPK, Siswo Pramono,PhD. (Humas UNP)

Jelang Kuliah Umum Perkembangan ASEAN, UNP Bakal Dirikan Pusat Kajian Indo-Pasifik

Pertemuan Rektor Universitas Negeri Padang, Prof Ganefri, PhD dengan salah seorang Direktur Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Dr Arifi Saiman, Jumat (31/8) mengawali kegiatan Kuliah Umum dengan tema Perkembangan ASEAN Perspektif Indonesia mengenai Indo-Pasifik”, yang akan berlangsung Sabtu (1/9).

Rektor UNP didampingi Wakil Rektor 4 menjelaskan, dalam rangka mewujudkan visi UNP menjadi salah satu universitas unggul di kawasan Asia Tenggara berbagai kegiatan perlu dilakukan, salah satunya Kuliah Umum yang membahas isu seputar Asean.

“Selain mendiskusikan kesuksesan dan kelancara Kuliah Umum yang akan berlangsung Sabtu (1/9) besok, pertemuan kami juga menyepakati gagasan agar UNP bakal punya Pusat Kajian Indo-Pasifik dimasa mendatang,” ujar Rektor UNP, Prof Ganefri.

Direktur Kemenlu, Dr Arifi Saiman mendorong agar UNP mengambil langkah untuk berkontribusi membangun pendidikan dan kebudayaan, karena kawasan Indo Pasifik telah menjadi kawasan strategis dalam pembangunan ekonomi.

Sementara itu, Dr Arifi Saiman mengungkapkan, di tengah perubahan geo-politik dan geo-ekonomi serta dinamika di kawasan Indo-Pasifik, ASEAN harus terus berkontribusi dan berinovasi, serta terus berinteraksi dengan dunia guna tetap menunjukan sentralitasnya.

“Artinya para Kemenlu ASEAN dimasa mendatang perlu meningkatkan kawasan Indo-Pasifik yang damai, nah kalau UNP punya Pusat Kajian khusus tentang hal ini tentu memudah UNP lebih dikenal dinegara-negara Pasifik lainya,” ujar Arifi. (Humas UNP)

Jelang Kuliah Umum Perkembangan ASEAN, UNP Bakal Dirikan Pusat Kajian Indo-Pasifik

Pertemuan Rektor Universitas Negeri Padang, Prof Ganefri, PhD dengan salah seorang Direktur Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Dr Arifi Saiman, Jumat (31/8) mengawali kegiatan Kuliah Umum dengan tema Perkembangan ASEAN Perspektif Indonesia mengenai Indo Pasifik”, yang akan berlangsung Sabtu (1/9).

Rektor UNP didampingi Wakil Rektor 4 menjelaskan, dalam rangka mewujudkan visi UNP menjadi salah satu universitas unggul di kawasan Asia Tenggara berbagai kegiatan perlu dilakukan, salah satunya Kuliah Umum yang membahas isu seputar Asean.

AA

“Selain mendiskusikan kesuksesan dan kelancara Kuliah Umum yang akan berlangsung Sabtu (1/9) besok, pertemuan kami juga menyepakati gagasan agar UNP bakal punya Pusat Kajian Indo-Pasifik dimasa mendatang,” ujar Rektor UNP, Prof Ganefri.

Direktur Kemenlu, Dr Arifi Saiman mendorong agar UNP mengambil langkah untuk berkontribusi membangun pendidikan dan kebudayaan, karena kawasan Indo Pasifik telah menjadi kawasan strategis dalam pembangunan ekonomi.

Sementara itu, Dr Arifi Saiman mengungkapkan, di tengah perubahan geo-politik dan geo-ekonomi serta dinamika di kawasan Indo-Pasifik, ASEAN harus terus berkontribusi dan berinovasi, serta terus berinteraksi dengan dunia guna tetap menunjukan sentralitasnya.

“Artinya para Kemenlu ASEAN dimasa mendatang perlu meningkatkan kawasan Indo-Pasifik yang damai, nah kalau UNP punya Pusat Kajian khusus tentang hal ini tentu memudah UNP lebih dikenal dinegara-negara Pasifik lainya,” ujar Arifi. (Humas UNP)